10 Des 2010

Ia bernama…


Tuhan selalu tahu dan tak pernah salah, Tuhan tak kan mengecewakan siapapun, bahkan kepada makhluk-Nya yang berbuat ingkar sekalipun. Tuhan menciptakan kreasi-Nya dalam bentuk yang nyata, tak ada sedikitpun yang cacat dalam Maha Karya-Nya, bahkan nyaris sempurna karena dia Maha Tahu apa yang terbaik untuknya. Karya itu Dia susun sedemikian rupa dalam anatomi keindahan, dengan jari-Nya, bentuk itu diciptakan sesuai dengan keinginan-Nya. Keindahan itu dibalut dengan kesederhanaan, yang tak pernah bisa terbantahkan, ia terlahir atas permintaan dari jutaan keinginan, tak sedikitpun kehadirannya di nafikan, sehingga jutaan pujian dan syair tak kan mampu untuk melukiskan betapa indahnya bentuk itu.


Tapi dibalik kesempurnaan itu, ia seringkali dijadikan objek yang mudah untuk dipermainkan, dari kenyataan yang ada, ia menjadi sosok lemah dihadapan makhluk  lainnya. Itu semua terjadi karena ia dianggap lemah tak berdaya, paradigma yang salah berbanding terbalik dengan yang seharusnya, pola pikir yang harus diruntuhkan bahkan harus dibuang jauh-jauh. Kejumudan itulah yang menjadi tolak ukur bahwa akal yang telah disematkan sebagai tanda penghargaan dan penghormatan terhadap makhluk-Nya telah disia-siakan. Tak jarang di sepertiga malam ia masih berusaha dan berfikir keras untuk merubah pola dan benang yang sudah terlanjur kusut dan sulit untuk dirapihkan, tapi paling tidak ia tetap berusaha keras.

Dalam beberapa adegan ia di desain sebagai bentuk dan karya cipta yang hebat, harkat martabatnya mengalahkan makhluk lainnya. Namun tak dapat dipungkiri, walau secara implisit penghormatan itu cukup mewakili peran yang menjadi tanggung jawabnya dan telah dibuktikan dalam kehidupan yang nyata. Ia mampu mengubah sejarah, hanya dengan menggunakan benda  yang sering di sebut dengan akal, berpadu dengan pesona. Tapi perubahan yang ia lakukan ternyata tidak merubah strata, malahan ia sering di sebut sebagai “pelengkap” saja yang diceritakan dalam manuskrip-manuskrip bercirikan kearoganan. Sebuah kata  yang terlalu kasar untuk menggambarkan betapa tangguhnya ia, tapi itulah yang terjadi, tak ubahnya seperti sebuah boneka yang mudah untuk dirusak, atau seperti pion catur yang mudah untuk digerakan, karena ia dianggap sebagai benda, bukan sebagai bentuk yang penuh dengan isi, fakta yang tak dapat dipungkiri.

Timbul sebuah pertanyaan kenapa itu bisa terjadi? Entahlah, yang pasti penciptaannya bukan hanya sekedar untuk diciptakan, ia menjadi ruh bagi jasad yang beku, ia menjadi cahaya dalam rentetan kelam sejarah, ia menjadi tongkat manakala kehidupan telah rapuh untuk dijalani, ia menjadi sahabat setia dan tak pernah tergantikan, ia menjadi kuas dalam menentukan warna yang dipilih untuk menghiasi kanvas kehidupan, ia bertransformasi demi sebuah perubahan yang kekal dan abadi. Ini bukan sekedar pujian belaka,  bukan pula sekedar kata penghibur lara, ini adalah penghormatan tertinggi, yang mungkin tak sempat untuk diucapkan, hanya bisa difikirkan. Garis yang membedakan itu telah jelas kini dan bisa terurai dan mampu untuk diterjemahkan. Bentuk itu menjelma dalam isyarah, dan isyarah itu menjelma dalam nama,,,
Ia bernama....... Perempuan

Tulisan ini didedikasikan untuk perempuan-perempuan yang tak kenal lelah untuk berjuang, bahwa ia ada dan eksis dalam dunia yang nyata. Walaupun tulisan ini tidak sepenuhnya dapat mewakili gambaran yang ada tentang perempuan, tapi paling tidak tulisan ini sedikit mengingatkan, kalau perempuan mempunyai harkat dan martabat yang sama di hadapan Sang Pencipta Maha Karya. Thanks to my Syster Anita Fatimah, Siti Solihah, My friend Didda Maulida, Pamela, Tresna

3 komentar:

Mata Hari mengatakan...

Terimakasih menjadikan perempuan-perempaunmu 'Sempurna' sesempurna Jemarimu menyempurnakan setiap kalimat menjadi sebuah kesempurnaan... ^_^

Anonim mengatakan...

Hanya mencoba untuk menghargai ciptaan Allah,, dan semua itu pantas dialamatkan kepada setiap perempuan

New Prophecy mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar