6 Feb 2011

Aksara tak Bermakna

Manusia dicipta begitu sempurna, sayang kesempurnaan itu disia-siakan. Benarkah manusia bisa hidup tanpa nama-nama semu, nama yang tidak perlu disandang dan tidak sesuai dengan suara yang keluar dari bangkai tak bernama. Tak bisakah manusia hidup sebagai manusia itu sendiri?Sesaat....
Kutumpahkan amarah dalam raga
Pada rembulan tak bercahaya
Sesaat....
Kuluapkan emosi dalam rasa
Pada malam yang tak biasa
Tapi...
Jika rembulan tak sanggup menahan derita
Malampun tak jua menjadi sandaran setiap lara
Kepada siapa aku harus bertanya
Kepada siapa aku harus bercerita

Entah kenapa semua bisa terjadi, “garis” Tuhan-kah yang berkehendak? Atau pelajaran hidup seperti apa yang ingin diajarkan Tuhan pada hamba-hamba-Nya. Namun pertanyaan yang selalu muncul dalam benakku, kenapa perbuatan tidak manusiawi itu tercipta dari sosok yang dianggap nyaris sempurna oleh setiap orang. Betapa tidak, setiap orang yang berada didekatnya akan hancur perlahan-lahan, layaknya rayap yang menggerogoti  kayu dari dalam, seperti kanker yang menjadi penyakit akut dan ditakuti oleh setiap manusia,,, ya,,, hanya kenapa,, itu yang bisa kupertanyakan,,

Bisakah luka yang teramat dalam ini nanti akan sembuh,, bisakah kekecewaan bahkan keputusasaan pada akhirnya akan kikis, adakah kemungkinan untuk merangkak ke atas bumi dari jurang yang teramat curang dan dalam, akankah api akan berkobar-kobar lagi, akankah kita hidup jarah menjarahi  dengan pengorbanan yang tidak akan terkirakan,, bisakah,,,?

Prolog ini kumulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini belum bisa terjawab,, pertanyaan yang membuat nafs didalam diri menguasai akal fikiranku, karena hanya itu yang aku bisa,, bukan mengeluh karena permasalahan cinta yang selalu diagung-agungkan, bahkan ditangisi oleh orang lain, bukan karena permasalahan ekonomi yang menjadi faktor kemiskinan setiap manusia, bukan pula tidak mensyukuri makna hidup yang telah diberikan Tuhan,, aku tahu batas antara Aku dan Tuhanku, aku tahu aku dan Tuhanku tak saling “Bicara”,, tapi izinkanlah aku pertanyakan ini, kenapa semua ini terjadi dan dibiarkan begitu saja?

Semua berawal beberapa tahun yang lalu,, aku mengenal dia waktu sma, dia duduk termangu didepan surau yang bersebrangan dengan asrama putri. Banyak orang yang kenal dengan sosoknya, dia disebut-sebut sebagai orang yang rendah hati dan terbilang cerdas diantara yang lain, namanya adalah Zufaf.
Konon katanya dia adalah putra seorang kyai ternama  di belantara selatan priyangan, bahkan diriwayatkan dalam babad kehidupannya ia adalah salah seorang keturunan raja-raja sunda yang namanya aku lupa. Dari sisi ibadah, dia termasuk orang yang taat dalam melaksanakan ibadah keseharian, bahkan ilmu keagamaanya pun terbilang lebih dari yang lain.

Dia seperti matahari yang menyinari orang lain dengan akhlaknya yang baik, sehingga setiap orang yang mengenalnya akan dengan terbuka menerimanya sebagai teman barunya. Kearifan selalu terpancar di wajahnya, sebagai cerminan keilmuan yang didapatkannya selama mendiami pesantren. Kerendahan hatinya menempatkan ia pada maqam yang tinggi di sisi manusia, tidak sempurna tapi nyaris sempurna, karena kesempurnaan itu tetap hanya milik Sang Maha diatas Maha.
Entah bagaimana, tapi, tahun demi tahun dilalui, tepatnya sekitar 6 tahun, waktu yang cukup lama untuk menjadikan kami berdua sahabat yang mungkin tak bisa dilepaskan, keluarga dan kerabat lainnya mengakui dia seorang yang baik dalam hal apapun,, saking baiknya dia sudah dianggap seperti anak orang tuaku sendiri, bagiku dia sosok teladan yang menjadi contoh dari setiap langkahku.
Dia menjelma sebagai sosok yang dipercaya, karena dia dapat memegang amanah yang diberikan orang lain padanya. Terkadang, apapun yang diucapkannya menjadi titah yang tak terbantahkan, karena sejak awal, sahabat bahkan keluarga begitu percaya sama Zufaf, dan tak mungkin Zufaf menjerumuskan aku, sebab itu mustahil.

Tapi kini......

Aku berdiri di titik keseimbangan
Memandang kesemuan hidup
Mencoba menelusuri setiap jejak
Dari remah yang ia tebar
Kulihat samar tapi membekas
Entah apa yang ingin diperlihatkan Tuhan
Dalam tubuh tak bernama

Hampir 4 bulan tak ada kabar dari Zufaf, entah kemana dan dimana aku nggak tau, yang jelas ia ga ada di Bandung,,, dari penuturan teman sekosnya dia da dibekasi, tapi kata asep temen sekuliahnya, Zufaf ada di Bandung, entah mana yang benar? Ada sesuatu yang ganjil dengan tidak adanya kabar Zufaf selama ini, dan itu yang membuatku semakin penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi.
Hari demi hari kutelusuri jejak Zufaf, namun belum jua kutemukan kepastian dimana Zufaf berada. Sampai akhirnya, aku menyerah saja untuk mencari Zufaf, tapi, rasa penasaran ini terus membayangiku,, apa yang terjadi?????

Setelah satu bulan aku melupakan untuk mencari Zufaf
Sore itu...  tepatnya ba’da ashar, Doni maen kerumahku. Aneh memang, Doni udah lama g maen kerumahku,, tapi ini satu-satunya kesempatanku untuk ngedapatin kabar Zufaf.
Tumben neh maen kerumah,, ada apa Don? Tanya ku
Belum sempat Doni menjawab,,,
Oh ya Zufaf Kemana, kok ga ada kabar,?? Laiknya seorang polisi yang sedang menginterogasi tahanannya, Doni kubredeli dengan pertanyaan2,, tapi ia hanya terdiam,,
Doni mengambil sebatang rokok dan menyalakannya,,
Ok gue ceritain semuanya,,
Maksud lo apa Don?
Begini, ada sesuatu yang harus gue ceritain, ini sangat penting,,
Ya udah ceritain??

Perlahan tapi pasti, ia menceritakan apa yang terjadi selama ini. Satu persatu ia ceritakan dan cerita Doni tentang Zufaf membuatku shock, sekaligus tidak percaya. Marah, kesal entah apalagi kata untuk menggambarkannya.

Semua anggapan terhadapnya berbalik, berlian yang dulu terlihat indah berkilau kini telah memudar, ia hanyalah musang berbulu domba,, tataran kehidupan pribadi, keluarga bahkan penghianatan itu berujung kepada ranah sosial. Bertahun-tahun ia menyembunyikan kebusukan terencana, laiknya seorang residivis yang mempersiapkan strategi untuk membunuh targetnya. Hebatnya, kebusukan itu dilakukan didepan para korbannya, ia memperdayai dengan kata-kata manisnya. Istilah mulutmu harimaumu benar-benar ia praktekan. Tidak sampai disitu, jika keinginannya tidak tercapai, ia tikam dari belakang lewat wasilah-wasilah yang juga menjadi korban kebusukannya.

Pengembaraan dari sebuah penghianatan terkuak sudah, bintik-bintik kebusukannya mulai terkuak bak bintik-bintik malaria yang siap memburu korbannya jatuh.

    Tuhan maha tahu dan ia tidak akan membiarkan sebuah kejahatan berlangsung lama, terlebih hal ihwal wilayah ketauhidan telah disentuh dan digoyangkan begitu saja tanpa mengindahkan aturan baku dari Sang Yang Gusti. Dan Tuhan mengirim “The Savior”-Nya dalam wujud manusia. Dia adalah Doni, sahabat yang sudah bertahun-tahun menjadi korbannya mulai mencium gelagat tidak baik dari kelakuan Musang. Doni juga sahabatku sewaktu kuliah, hanya saja ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan penipu besar itu.

    Sahabat, sekaligus korbannya menyadari bahwa ia salah dan sudah seharusnya ia berpaling untuk menguak tabir yang tersimpan rapi. Satu persatu ia ceritakan kepadaku tentang apa yang telah diperbuat “Malaikat berhati Setan” itu selama bertahun-tahun.

    Dulu, akhlaknya yang dipuji setiap orang ternyata hanyalah kedok belaka, apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan tindakannya. Seolah merasa paling benar, ia mengingatkan pada setiap antek-anteknya untuk menghindari perbuatan yang mendekati zina,, contohnya ciuman. Yaaaa,, menurut setiap orang seh ciuman dengan lawan jenis itu “wajar”, tapi dalam kamusku itu melanggar etika yang selalu diajarkan orang tua dan menjadi pakem dalam tradisi sunda, terlebih dengan orang yang bukan hak untuk kita. Tapi, yang membuat Doni kesal, dia melakukan perbuatan itu diluar sepengetahuan anak buahnya.
Doni meneruskan ceritanya, sesekali dia mengepulkan asap rokok yang sedari tadi dihisapnya.

Ketika kos-an sedang sepi, ia bercumbu rayu dengan mesra bersama teman sekampusnya, hal itu berulang kali ia lakukan. Bukan iri karena Zufaf tidak melakukan perbuatan tersebut, tapi apa yang di ucapkan zufaf tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Terang Doni.
Kayu yang kokohpun akan roboh manakala rayap menghinggapinya,, begitupun halnya dengan perbuatan Zufaf,, lama kelamaan akhirnya ketahuan.

    Selain itu, Doni juga menceritakan kalo Zufaf juga sering mengadu domba orang lain untuk melebarkan sayap kejahatannya. Bersilat lidah dengan menjelek-jelekan nama orang lain untuk meraup keuntungan materi. Sahabat-sahabatnya seperti pion yang mudah diatur dan mudah untuk dihancurkan, begitu kesenangannya terpuaskan, pion itu ia jatuhkan dan ia buang begitu saja. Begitu ketahuan belangnya, ia mengganti jasadnya dengan jubah yang lain agar tidak tercium bau busuknya.
   
Jadi inget cerita pewayangan, aku memotong pembicaraan,,,
Maksudnya? Tanya Doni heran
Ya itu,,, cerita tentang peperangan pandawa dan kurawa. Duryodana, sang Raja lalim dari kerajaan Astina, ia menjadi pemimpin Kurawa yang selalu bertindak seenaknya dan sewenang-wenang,, bersama penasehat nya Dorna, yang pinter bersilat lidah dan selalu mengadu domba demi kepentingan Astina. Tak jarang, Dorna menggunakan siasat yang licik untuk menerkam musuhnya, dengan berjubah kebaikan, padahal dalam hatinya ia berniat untuk menjatuhkan lawannya.. nah Zuzaf tuh seperti Dorna, penasehat Duryodana yang selalu menebar ancaman dengan mulut manisnya. Jelasku

Doni pun kembali menceritakan kembali kejadian-kejadian yang sebenarnya tak pantas untuk diceritakan, dan sepertinya tak pantas untuk Zufaf yang dulu dikenal memahami ilmu agama secara mendalam. Namanya juga manusia, ia akan berubah, sebagaimana manusia dirubah dan dibentuk oleh lingkungannya.

Tau botak akan? Tanya Doni padaku,,
Iya,,, terus? Lirihku...
Ya dia korban Zufaf juga,,,, imbuh Doni
Korban gimana? Tanyaku semakin heran

    Ya, kamu tau sendiri kan, dia itu mahasiswa yang sering juga disebut dewa tidur karena hobinya tidur,, dikelas, kamar bahkan dimana aja kalo udah tidur susah untuk dibangunkan,, aku pun tersenyum getir, kalo inget kelakuan botak yang pendiem, dan hobinya tidur....
Nah kasihannya,, yang paling sering dikerjai Zufaf ya Botak itu, disuruh-suruh kaya pembantu yang tidak punya hak kebebasan seperti TKI yang selalu di siksa oleh majikannya. Setiap hari Botak selalu dihina, diejek didepan teman-temannya yang lain, direndahkan namanya,. Cuma tau sendiri kan si botak, yang bisa dilakukannya hanya menurut saja dan terdiam seribu bahasa kalo dicaci maki oleh Zufaf,,,

    Lamunanku jauh menerawang, apa iya perbuatan Zufaf sejauh itu,,, padahal dia terkenal santun kepada setiap orang, sekarang 180 derajat ia telah berubah.

    Tapi yang membuatku yakin bahwa Allah itu Maha adil, sekarang Botak sudah menjadi pegawai negeri disalah satu instansi pemerintah di kota kelahirannya. Balasan yang sepadan menurutku, bagaimana tidak, ia selalu mendapatkan hinaan, cacian dan sebagainya. Kini Allah membalas kesabarannya dengan memberikan derajat yang menurutku lebih daripada Zufaf.
    Tak terasa, cerita Doni begitu panjang, Adzan magrib pun menjelang.
Don, ceritanya kita lanjutin nanti setelah magrib kita shalat dulu
Oke!  Gue ikut shalat di kamar ade lo ya
Sip...
Setelah shalat, ia pun kembali meneruskan ceritanya.

Dari semua penipuan itu, yang paling menyesakkan hati adalah perbuatannya terhadap aku. Sudah menjadi tradisi, prestasi dalam belajar di keluargaku mejadi hal yang penting bahkan wajib untuk dicapai, termasuk aku. Ya walau menurutku ga cerdas-cerdas banget, tapi kata temen-temen termasuk dosen-dosen dikampusku bilang kalo aku tuh orangnya cerdas, baik di bidang akademik atau non akademik. Salah satu karyaku dalam bentuk makalah dijadikan referensi utama di fakultasku, bahkan belum ada yang bisa membuat makalah sebaik aku,, paling tidak itu membuktikan kalo aku punya sedikit prestasi yang bisa dibanggakan di keluargaku, termasuk Indeks Prestasi Kumulatif yang menjadi kebanggaan setiap mahasiswa, kuraih dengan nilai memuaskan di setiap semester,, 3,79,, terpampang jelas dalam Kartu Rencana Studi di setiap semester.

    Tapi itu semua percuma, studiku jadi terbengkalai dan itu semua gara-gara Musang bermulut manis itu, dia menjadi faktor penghambat, bahkan jadi dalang dari semua kekacauan ini. Si Musang itu menjadi sutradara terhambatnya kuliahku,, belum 100% persen memang, tapi dari indikasi dan bukti yang berkaitan dengan hal tersebut setidaknya menjadikan dia sebagai tersangka utama yang tak bisa disangkal lagi. Secara psikologis, setidaknya terhambatnya kuliahku, mengganggu ritme dan alur  yang semestinya menjadi satu kebanggaan lagi dalam garis tangan kehidupanku.

    Tidak hanya itu, Doni jelasin, kalo keluargaku pun jadi korban penipuannya dan sampai saat ini, nampaknya luka itu sulit untuk sembuh,, yang ga habis fikir, Allah mencipta manusia dengan tujuan tertentu untuk menjalani perannya masing-masing, tentunya sesuai dengan koridor dan aturan yang telah dibuat. Namun peran yang dimainkannya sudah terlalu melebar dan keluar dari norma yang telah ditentukan. Pergulatan yang terjadi, membuatku semakin berfikir keras.
Sebetulnya apa yang terjadi hingga dia tega menyakiti keluargaku dengan kata-kata manisnya. Mau ga mau, semua kejadian ini harus kuberitahu keluarga biar jelas dan seyogyanya mencari solusi dari semua kejadian yang menimpa keluargaku. Mereka semua kesal, berang, bahkan kakakku yang biasanya suka becanda mendadak merah mukanya pertanda ia sangat marah dengan kejadian ini. “Klo dalam waktu dekat Zufaf g kerumah untuk minta maaf, gue kejar kemana pun dia lari”, bentak kakakku.
  Harta pusaka yang menjadi warisan turun temurun pun raib entah dibawa kemana. Entah dijual atau gimana, yang jelas dari penuturan Doni, harta pusaka itu tidak ada di kosan, dan katanya sebagian “dijual”. Padahal orang tuaku dengan susah payah, berusaha dan berdo’a untuk kebahagiaan anaknya. Seketika hancur oleh Zufaf, yang dengan mudahnya merendahkan nilai-nilai keluarga yang telah dibangun. Aku bukan menyesal karena harta itu raib. Tapi cara dia mendapatkan sesuatu yang membuatku muak. Cara yang pantas dilakukan manusia, bukan seorang penjahat.
    Burdah kebesaran agamanya telah digadaikan demi kehidupan duniawi semata, ilmu yang didapatkanya luntur sudah terbawa arus fana, akalnya membusuk dalam fatamorgana dunia, sumbang suaranya terdengar parau, terkadang memekakan telinga, sampai-sampai gendang telingaku bergetar keras. Yang tersisa kini hanya cacian, makian, dan beribu kutukan dari orang-orang yang telah teraniaya, namanya tenggelam dalam do’a-do’a mustajab, ia telah mati dalam hidup orang-orang shalih, ia hidup dalam derita kematian orang-orang yang terbebas dari belenggu.
    Hari itu menjadi hari yang sangat menjengkelkan, semua penjelasan Doni membuatku termenung, sepanjang malam ku baca dan kurasa apa yang telah terjadi padaku.
Malam itu kusandarkan jasad ini dipelukan Ibunda tercinta
Ibu yang selalu mengajariku arti kekuatan untuk menjalani hidup
Ibu yang senantiasa sabar dalam setiap keadaan
Ibu.......
Mampukah aku menahan semua beban ini?
Mampukah aku menghadapi semua ini?
Dengan lembut ia mengusap kepalaku
Dekapan membuat hati ini tenang seolah ialah penawar lara
Aku tak kuasa untuk menahan tangis ini,,
Perlahan ibu bercerita.....
Tentang ayah,,,,
Sosok yang selalu menjalani kehidupan dengan kejujuran, apapun yang terjadi. Seperti tokoh Yudistira yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran. Sosok yang tegas tapi bersahaja, ia akan menjadi pelindung bagi putera-puterinya..
Sandarkanlah pada Sang Maha Mendengar, Ia akan mendengarkan dan memberikan sesuatu yang tidak pernah kamu dapatkan. Karena Allah Maha diatas Maha.
Ceritakanlah, seperti ayah menceritakannya pada Rabb yang menguasai Hati
Semoga putera-puteri ku menjadi hamba yang soleh dan solehah.
Do’a itu menjadi secercah cahaya dalam belantara kegelapan. Semoga apa yang diharapkan kedua orangtuaku menjadi kenyataan. Amiin Allohumma amin..

Di sepertiga malam, kucoba untuk menapakan kakiku di atas sajdah do’a. Kubasuh seluruh anggota wudlu untuk mencoba menyandarkan jasad di hadapan yang Maha. Kubuka suhuf yang selama ini tak pernah lepas kubaca dan kufahami maknanya. Tak terasa cucuran air mata membasahi lembaran Qur’an nan suci.

    Tuhan, terlalu marahkah Engkau padaku? Aku tak bermaksud untuk mencaci adegan yang Kau limpahkan padaku, walau terlalu menyakitkan. Dia bagaikan keledai yang sombong tapi tak punya akal, karena disisi kanannya terhampar kebun kegaiban dan disisi kirinya terdapat kebun kebohongan yang selama ini tersimpan dan melukaiku, apapun yang diperolehnya hingga kini harus mengorbankan diriku, keluarga dan teman-teman lain yang penuh dengan keangkuhan dan kepura-puran. Aku tidak memaki-Mu atas kejadian yang sejak awal memang harus kusadari, Engkau teramat jauh hingga masih diperlukan ciptaan perantara yang telah menghancur leburkan setiap kebahagiaan untuk sampai kepada-Mu. Aku memberanikan diri atas nama hati untuk mencoba bersua dengan-Mu,,,

Tuhan....
Dzikirku mencoba berbisik padamu,,
Aku tak tahu harus seperti apa aku menyampaikan beban yang selama ini menindih jantungku sedangkan engkau Maha Tahu
Ya Rabb
Kuraba “wajah”-Mu dalam penghambaanku,,,  kutelusuri wilayah-Mu dalam kehampaan hati,, hati yang telah terkoyak, kuteriakan kisah kemelaratanku pada deru air, namun ia justru mengisahkan misteri deritanya yang tak pernah berakhir,,,
Atas nama hati keluarga yang sudah hancur berkeping-keping, atas nama hati sahabat-sahabatku yang telah menderita, atas nama manusia yang selalu mengagungkan kemuliaan-Mu, atas nama yang telah ia runtuhkan dengan penghianatannya. Do’a yang selama ini kupendam, bahkkan enggan kuucapkan, Tuhanku apakah Engkau akan menelantarkan harapan-harapanku, sedang ia berada dibawah naungan-Mu,,,
Tuhan...
Aku tahu lautan maaf-Mu tak berbatas, tapi sanggupkah aku memaafkannya, aku sudah terlanjur mengutuknya, lafadz itu spontan keluar dan sulit untuk dihentikan biarlah manusia itu mati dalam hidup dari do’a-doa yang tersayat, biarlah manusia itu hidup dalam kematian yang belum pernah ia rasakan. Biarlah ia hidup dari cacian orang yang terdzalimi,,,
Tuhan izinkanlah aku bedo’a dalam hizib kegundahan hati, bentengi aku dengan kekuatan yang bersumber dari Asma-Mu yang terjaga,,
Izinkanlah aku mendendangkan sebuah syair pengharapan, dengan kekuasaan penuh yang Kau sandang, untuk menghancurkan kedzaliman yang telah mengobrak abrik kemuliaan-Mu,
Wahai Sang Maha Latif, berikanlah kelembutan hati yang kau hujamkan kepada setiap hamba-Mu yang selalu yakin akan kelembutan-Mu,, kelembutan yang akan menghiasi jalan keluarga ku menuju kebahagian yang tak kan pernah dibayangkan, kelembutan yang menjadikan manusia selalu menyembah-Mu.
Wahai Sang Maha Bijaksana, tegakanlah apa yang seharusnya ditegakan, karena hanya dengan Kebijasanaan-Mu lah segala sesuatunya dapat terlaksana.
Wahai Sang Maha Rahman, berikanlah kasih sayang-Mu agar, aku keluarga dan manusia yang tersakiti dapat merasakan betapa rindunya kami akan cinta-Mu yang tak pernah tenggelam dalam kegelapan.
Ya Rabb, Sang Pengedali Rasa, jadikanlah hati ini sekuat Ibrahim yang rela mengorbankan puteranya demi Asma-Mu yang suci. Hujamkanlah kesabaran dalam hati ini, terangilah hati ini seterang Nur Muhammad yang menjadi cahaya dalam kegelapan.
Ya  Rabb Istajib du’ana.

Aku percaya, bahwa Rabb senantiasa memberikan ketetapan yang baik, tak ada yang buruk. Yang harus tetap ada adalah harapan dan  berjiwa besar sebagaimana telah diajarkan dalam Islam. Setiap perjalanan seseorang telah digariskan dan dituliskan, tapi akhir cerita perjalanan ditentukan kepada pilihan seseorang tersebut. Hanya itu yang kuyakini.
“The true answer come not by fighting but living your life”

Great Thanks to : Siti Solihah, Malik & Big Family (dyk), Tresna (Ilustrasi), Drs. Rasyid M. Noeh (Adviser)
and buat temen2 yang sudi untuk mengkritik tulisan ini. Masih jauh dari sempurna, so Guys, ditunggu kritik dan sarannya. Terima Kasih

1 komentar:

Anonim mengatakan...

lumayan menarik, dari segi bahasa, kali yah masih kurang,, content nya udah bagus. tingkatkan lagi. your best frend

Posting Komentar