11 Agu 2020

Konsep Perencanaan Pendidikan Perspektif Hadits

Nama               : Aji Rahmadi
Prodi               : PAI kelas Karyawan
Smt/Kelas        : 1/A
Dosen              : Dr. Maslani M.Ag
                          

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan komponen terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan mempunyai peranan dan fungsi yang cukup penting bagi kehidupan manusia, baik pendidikan dalam aspek kognitif, afektif (sikap), maupun psikomotorik. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi manusia untuk dapat merasakan proses tersebut. Pendidikan diakui sebagai kekuatan yang dapat mendorong manusia mencapai kemajuan peradaban. Selain itu pendidikan memberikan bekal kepada manusia untuk menyongsong hari esok yang lebih cerah  dan lebih manusiawi.

 Dalam menjalankan sebuah aktivitas sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dengan adanya sebuah perencanaan. Dengan adanya perencanaan yang bagus, maka aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena perencanaan merupakan suatu rangkaian proses menyiapkan dan menentukan seperangkat keputusan mengenai apa yang diharapkan dan apa yang akan dilakukan. Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi suatu kenyataan. Begitupun halnya dengan pendidikan, untuk terlaksananya tujuan pendidikan diperlukan perencanaan yang matang.

Konsep perencanaan pendidikan adalah suatu proses berpikir yang mendalam, menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan hal-hal yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau dapat pula dikatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan dalam bidang pendidikan.[1]

Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, penyusun akan membahas tentang bagaimana perencanaan pendidikan dalam perspektif hadits. Sehingga perencanaan yang direncanakan dapat maksimal dan tujuan utamanya dapat tercapai.

B.     RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah tersebut penulis hendak merumuskan masalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian konsep perencanaan pendidikan

2.      Apa komponen konsep perencanaan pendidikan

3.      Bagaimana komponen konsep perencanaan pendidikan perspektif hadits

4.      Bagaimana prinsip konsep perencanaan pendidikan perspektif hadits

C.    TUJUAN PEMBAHASAN

Dari rumusan tersebut dapat ditentukan tujuan pembahasan sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui pengertian konsep perencanaan pendidikan

2.      Untuk mengetahui komponen konsep perencanaan pendidikan.

3.      Untuk mengetahui komponen konsep perencanaan pendidikan perspektif hadits

4.      Untuk mengetahui prinsip konsep perencanaan pendidikan perspektif hadits

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI

A.    PENGERTIAN KONSEP PERENCANAAN PENDIDIKAN

1.      Pengertian Konsep

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), ada beberapa pengertian konsep sebagai berikut :

·         rancangan atau buram surat dan sebagainya;

·         ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret

·         gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

Menurut Bahri; Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep juga dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata.[2]

Pengertian atau definisi Konsep dapat disimpulkan Sekumpulan gagasan atau ide yang sempurna dan bermakna berupa abstrak, entitas mental yang universal dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap ekstensinya sehingga konsep membawa suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama dan membentuk suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan”.

2.      Pengertian Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan pengelolaan. Tanpa perencanaan, pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Merencanakan suatu kegiatan merupakan tindakan awal sebagai pengakuan bahwa suatu pekerjaan tidak semata-mata ditentukan sendiri keberhasilannya, namun banyak faktor lain yang harus dipersiapkan untuk mendukung keberhasilannya. Adapun pengertian perencanaan pendidikan menurut beberapa ahli, yaitu :

1.      Perencanaan menurut Newman, dikutip oleh Manullang : “Planning is deciding in advance what is to be done.” Jadi, perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan.[3]

2.      Menurut Ulbert Silalahi: Perencanaan merupakan kegiatan menetapkan tujuan serta merumuskan dan mengatur pendayagunaan manusia, informasi, finansial, metode dan waktu untuk memaksimalisasi efisiensi dan efektivitas penccapaian tujuan.[4]

3.      Secara lebih luas perencanaan oleh Bintoro Tjokroamidjodjo di defenisikan sebagai berikut:

a.       Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

b.      Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.

c.       Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana, dan oleh siapa.[5]

Dari pengertian di atas perencanaan dapat diartikan kegiatan menentukan tujuan serta merumuskan serta mengatur pendayagunan sumber-sumber daya:  informasi, finansial, metode dan waktu yang diikuti dengan pengambilan keputusan serta penjelasannya tentang  pencapaian tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu dan penentuan jadwal pelaksanaan kegiatan, agar perencanaan ini dapat terlaksana sebagaimana mestinya.

Menurut Sagala (2003) Tujuan dari perencanaan adalah :

1.      Standar pengawasan, yaitu mencocokkan pelaksanaan dengan perencanaannya.

2.        Mengetahui kapan pelaksanaan dan kapan selesainya suatu kegiatan.

3.        Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya), baik kualifikasinya maupun kuantitasnya.

4.        Mendapatkan kagiatan yang sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan.

5.        Meminimalkan kegatan-kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga,dan waktu.

6.        Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pembelajaran.

7.        Menyerasikan dan memadukan beberpa sub kegiatan.

8.        Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui.

9.        Mengarahkan pada pencapaian tujuan

Menurut Hudson dalam Tanner dalam Maswarita (2010), teori perencanaan antara lain: synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radikal. Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson. Adapun teori perencanaan tersebut antara lain :

1.      Teori Synoptic ; Disebut juga system planning, rational system approach, rasional comprehensive planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi ; (a) pengenalan masalah, (b), mengestimasi ruang lingkup problem (c) mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian, (d) menginvestigasi problem, (e) memprediksi alternative, (f) mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik. Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam merencanakan objek tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.

2.      Teori transactive; Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.

3.      Teori advocacy; Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari  pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai advocacy (mempertahankan dengan argumentasi). Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.

4.      Teori radikal; Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan. Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya.

5.      Teori SITAR; Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori-teori diatas mempunyai persamaan dan pebedaannya.

Persamaannya:

-        Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah

-        Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan sekitarnya.

-        Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan penitikberatan.

-        Mempertimbangkan dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam pencapaian tujuan

Sedangkan Perbedaannya adalah :

-        Perencanaan synoptic lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan dalam 4 pendekatan perencanaan yang lain.

-        Perencanaan transactive mengedepankan faktor – faktor perseorangan / individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan, perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan dengan perencanaan Synoptic dan Incremental yang lebih komprehensif.

-        Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah. Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan sosial.

-        Perencanaan Radikal seakan – akan tanpa metode dalam memecahkan masalah dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan pendekatan incremental dan synoptic yang mempertimbangkan aturan – aturan yang ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.

3.      Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal  dari kata “pedagogi” yang berarti pendidikan dan kata “pedagogia” yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu “Paedos” dan “Agoge” yang berarti” saya mebimbing, memimpin anak.”[6]

Adapun menurut para ahli, pengertian pendidikan adalah sebagai berikut :

1.      Abudin Nata menyatakan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan menyampaikannya kepada anak didik secara bertahap. Dan apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas dan perannya di masyarakat, di mana kelak mereka hidup.[7]

2.      Muhibbin Syah, 2010 - Pendidikan berasal dari kata "didik", lalu kata ini mendapat awalan "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya, memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[8]

3.      Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 16 – mendefinisikan secara umum “Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.”[9]

4.      Jhon Dewey- “Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia”[10]

5.       H. Fuad Ihsan, - Pengertian  pendidikan secara sederhana adalah “Usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan”.[11]

Berdasarkan berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep perencanaan pendidikan adalah suatu proses berpikir yang mendalam, menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan hal-hal yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau dapat pula dikatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan dalam bidang pendidikan.[12]

4.      Komponen Perencanaan Pendidikan

Menurut Asnawir dalam bukunya Manajemen Pendidikan, paling tidak dalam menyusun perencanaan pendidikan perlu memperhatikan empat komponen :

a.       Tujuan

Tujuan hendaknya jelas, yang tercakup perumusan sasaran untuk mencari solusi dari problem yang ada.

b.      Pengumpulan dan pengolahan data

Menetapkan teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam perencanaan

c.       Prospektif

Berorentasi ke masa depan yang bersifat prediksi.

d.      Kegitatan

Adanya kegiatan yang tersusun, terangkai dalam pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan..      

5.      Prinsip Perencanaan Pendidikan

Ada beberapa prinsip dalam perencanaan pendidikan[13]:

a.       Perencanaan harus bersifat komprehensif.

Artinya melihat masalah pendidikan secara keseluruhan. Juga setiap aspek pendidikan perlu mendapatkan perhatian sewajarnya baik formal maupun non-formal, pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dalam arti yang seluas-luasnya.

b.      Perencanaan pendidikan harus bersifat integral

Maksudnya, perencanaan pendidikan harus diintegrasikan pada perencanaan yang menyeluruh. Sifat integral ini harus sudah nampak di dalam system dan prosedur pengelolaan pendidikan.

c.       Perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif

Perencanaan pendidikan yang selama ini ada, lebih memperhatikan aspek kuantitatif, misalnya keberhasilan sebuah lembaga pendidikan dilihat dari banyaknya siswa yang lulus. Sedangkan apakah lulusan-lulusan itu mampu berhasil di masyarakat atau di sekolah-sekolah lanjutannya tidak pernah dicarikan pemecahannya. Seharusnya perencanaan pendidikan juga harus memperhatikan aspek kualitatif, dalam contoh tadi misalnya, harusnya juga difikirkan bagaimana kompetensi output sekolah tersebut di dunia luar (masyarakat).

d.      Perencanaan pendidikan harus merupakan rencana jangka panjang dan kontinyu.

Suatu siklus pendidikan berlangsung selama 10-20 tahun. Dan hasil dari siklus ini tidak bisa dilihat dalam kurun 1 atau 2 tahun. Kebanyakan pelaksanaan kebijakan pendidikan sekarang ini mengalami kegagalan, karena berlangsung hanya sepintas, lalu disusul dengan kebijakan baru lagi.

e.       Perencanaan pendidikan harus didasarkan efisiensi

Yang sering menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan adalah masalah biaya. Jadi, sebuah perencanaan pendidikan dituntuk untuk mengolah bagaimana menggunakan dana yang ada seefisien mungkin.

f.       Perencanaan pendidikan harus dibantu oleh organisasi administrasi yang efisien dan data yang dapat diandalkan

Data merupakan input untuk perencanaan. Sudah banyak bukti dari pengalaman tentang betapa terhambatnya saluran-saluran informasi dari daerah ke pusat dan sebaliknya. Untuk itulah, sebuah perencanaan pendidikan harus dibantu dan didukung oleh administrasi yang efisien dan data yang dapat diandalkan.

g.      Perencanaan pendidikan harus memperhitungkan semua sumber-sumber yang ada atau yang dapat diadakan.

Pelaksanaan pendidikan dalam aplikasinya tidak merupakan tanggung jawab pemerintah, tapi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Dengan ini, sebuah perencanaan pendidikan hendaknya memanfaatkan sumber yang ada sebaik mungkin

Sedangkan menurut Afifudin perencanaan pendidikan itu harus memenuhi prinsip-prinsip dibawah ini[14] :

1.      Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini penting karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut berbagai jenis pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.

2.      Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan beragam tantangan kehidupan terkini.

3.      Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.

4.      Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.

5.      Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.

6.      Prinsip kooperatif-komprehensif, artinya  perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work) yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun harus  mencakup seluruh aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan akademik dan non-akademik setiap peserta didik.

7.      Prinsip human resources development, artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus benar-benar mampu membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual (keimanan dan ketakwaan) , atau disebut IESQ  yang unggul.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

A.    HADITS TENTANG KONSEP PERENCANAAN PENDIDIKAN

1.       Hadits dan terjemah

عَنْ أَمِيْرِ الـمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الـخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَـمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّـمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّـمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى؛ فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِمْ )

Amirul mukminin Umar bin Khottob RA, berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya amal perbuatan  itu disertai niatnya. Barang siapa yang berpijak hanya karena Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia dan yang diharapkan atau wanita yang ia nikahi, Maka hijrahnya itu menuju apa yang ia inginkan. (HR. Bukhori dan Muslim).[15]           

Hadits di atas diriwayatkan oleh[16]:

1.      Bukhari, Kitab Bad’ul Wahyu no. 1, dalam Kitabul Iman no.54, ada beberapa tempat dalam Shahih-nya, seperti kitab Al-‘Itq, dan lainnya (Fat-hul Bari, I/9, 135).

2.      Muslim, Kitabul Imarah, Bab Innamal A’malu bin Niyyat, no1907.

3.      Abu Dawud dalam Sunan-nya, Kitabut Thalaq, Bab Fi Ma Uniya Bihi at Thalaq wan Niyat, no. 2201.

4.      At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab Fadha-ilul Jihad, Bab Man Ja’a fi Man Yuqatilu Riya’an Wa liddunya, no. 1647.

5.      An Nasa-i dalam Sunan-nya, Kitab Ath-Thaharah, Bab An-Niyyah fil Wudhu’ (I/59-60).

6.      Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Kitab Az-Zuhd, Bab An-Niyyah, no. 4227.

7.      Ahmad di dalam Musnad-nya (I/25, 43).

8.      Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa, no. 64.

9.      Baihaqi dalam Sunan-nya (IV/235), Bab Man Ughniya ‘Alaihi  fi Ayyam min Syahri Ramadhan.

Tentang asbabul wurud hadits (sebab datangnya hadits) diriwayatkan, ada seorang wanita bernama Ummu Qais sudah dilamar oleh seseorang, dan dia tidak mau dinikahi sampai calon suaminya hijrah. Lalu ia hijrah dan kami menamakan orang tersebut dengan muhajir Ummu Qais. Kisah ini banyak ditulis dalam beberapa kitab, akan tetapi tidak ada asalnya yang shahih. Wallahu’allam. (Jami’ul Ulum Wal Hikam, I/24 dan Iqazhul Himam, hlm. 37).  Kata Ibnu Hajar Al-Asqalani: “…Tetapi tidak ada riwayat yang shahih yang menjelaskan hadits innamal a’malu sebabnya karena itu (karena Ummu Qais). Aku tidak melihat sedikitpun dari jalan-jalan hadits yang jelas tentang masalah itu.” (Fat-hulBari, I/10). Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali membenarkan perkataan Ibnu Rajab, bahwa kisah asbabul wurud hadits di atas tidak benar. (Iqazhul Himam Al-Muntaqa Fi Jami’il Ulum Wal Hikam, hlm.37).[17]

 

Analisis Isi Kandungan Hadits

Pada hadits diatas diterangkan, bahwa setiap perbuatan atau tingkah laku diukur berdasar niat kita melakukan sesuatu.  Makna yang tergambarkan setiap perbuatan tergantung kepada niatnya adala, bahwa kita harus mempersiapkan segala sesuatu sebelum kita melakukan pekerjaan.

Kata niat sebagaimana dikutip oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc dari kitab lisanul arab Secara bahasa niat adalah bentuk mashdar dari akar kata نَوَى – يَنْوِي yang maknanya adalah bermaksud atau bertekad untuk melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah makna niat adalah berkehendak untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala dengan melakukan atau meninggalkan sesuatu. [18]

 Niat berasal dari bahasa arab yaitu an niyat yang merupakan bentuk jamak dari niyah. Secara etimologi niat berarti al qoshdu yang bermakna maksud.[19] Niat juga berarti al „azm yaitu keinginan yang kuat1. An-Nawawi berkata, “Niat adalah al qoshdu yaitu „azimatul qolbi (berkeinginan dengan hati dan “nawaka Allahu bi khairin”(Allah SWT bermaksud memberimu kebajikan).[20]

Karena peranan niat dalam mengarahkan amal menentukan bentuk dan bobotnya, maka para ulama menyimpulkan banyak kaidah fiqh yang diambil dari hadits ini, yang merupakan kaidah yang luas. Diantara kaidah itu ialah:Al umuru bi maqosidiha   (suatu perkara tergantung dari tujuan niatnya).[21]

Sehingga definisi niat menurut syara‟ adalah “ keinginan untuk melakukan sesuatu yang diikuti atau diiringi dengan perbuatan”.16 Secara etimologi adalah keinginan yang disertai dengan perbuatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Karena itulah kemudian syariat mengkhususkan makna niat yang disertai perbuatan, apabila niat tersebut tidak diikuti dengan perbuatan, maka dia bukanlah niat.[22]

Sedangkan Perencanaan menurut Newman, dikutip oleh Manullang : “Planning is deciding in advance what is to be done.” Jadi, perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan.[23] Menurut Ulbert Silalahi: Perencanaan merupakan kegiatan menetapkan tujuan serta merumuskan dan mengatur pendayagunaan manusia, informasi, finansial, metode dan waktu untuk memaksimalisasi efisiensi dan efektivitas penccapaian tujuan.[24]

Berdasar kepada berbagai pengertian diatas baik secara bahasa istilah kemudian dikorelasikan kepada pemahaman bahwa perencanaan menurut Newman, dikutip oleh Manullang : “Planning is deciding in advance what is to be done.” Jadi, perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa hadits tersebut mengindikasikan kalimat niat diartikan sebagai perencanaan.

2.       Hadits dan Terjemah

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي سَعِيدِ بْنِ سَخْتَوَيْهِ، بِمَكَّةَ، أبنا زَاهِرُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاذٍ، ثنا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ، عَنْ زِيَادِ بْنِ الْجَرَّاحِ , عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara : masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”[25](HR. Muslim)

Dalam riwayatnya di Al-Mustadrak imam Al-Hakim mengatakan sesuai dengan syarat Bukhari-Muslim (shahih) dan Al-Imam Adz-Dzahabi berpendapat sama lihat. Al-Mustadrak oleh Al-Hakim juz.4 hal.341. Syaikh Albani pun menyatakan Shahih. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib juz.3 Hal.168

Analisis Isi kandungan hadits

Hadis ini memberikan peringatan kepada manusia untuk mendayagunakan waktu yang Allah anugerahkan dengan sebaik-baik-baiknya. Penghargaan pada waktu dapat dilihat dari keberkahan waktu tersebut berupa amal-amal yang juga bermanfaat selama waktu itu digunakan. Waktu digunakan dalam arti “ batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa.” Alquran seringkali menggunakan kalimat waktu dalam konteks kadar tertentu dari satu masa.

Pada hadits ini pula, nabi Muhammad memerintahkan dengan kata : ightanim, pilihan kata yang mempunyai makna optimistik karena memerlukan kekuatan untuk merealisasikannya. kata ightanim, berasal dari kata kerja Ightanama, yang secara leksikal bermakna: ‘mempergunakan sesuatu dari hasil rampasan perang’.[26] Hal tersebut mengisyaratkan bahwa lima perkara asasi tersebut dianalogikan, sebagai rampasan perang yang harus segera direbut dengan strategi dan taktik agar bisa dimanfaatkan.

Sehingga makna “masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu” agar dapat berhasil dan berkesinambungan dibutuhkan perencanaan yang baik.

B.     Komponen Perencanaan Pendidikan Perspektif  Hadits

Menurut Asnawir dalam bukunya Manajemen Pendidikan, paling tidak dalam menyusun perencanaan pendidikan perlu memperhatikan empat komponen

1.      Tujuan hendaknya jelas, yang tercakup perumusan sasaran untuk mencari solusi dari problem yang ada.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

حَدَّثَنَا يُونُسُ، وَسُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ، قَالَا: حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبِي طُوَالَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ، لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» قَالَ سُرَيْجٌ فِي حَدِيثِهِ: يَعْنِي رِيحَهَا

 ( رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ ).

“Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semestinya bertujuan untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan / kekayaan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya syurga kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud dengan sanad Shohih) [27]

Pada hadits diatas, Rasul ingin menunjukan pada kita bahwa dalam setiap hal apapun kita harus berkehendak dan bertujuan untuk mencari ridho Allah. Sasaran atau tujuan dari perencanaan pendidikan itu adalah bagaimana menanamkan sikap kepada peserta didik untuk selalu menambatkan tujuan dari pendidikan itu karena Allah.

Dengan adanya tujuan  yang jelas dan terarah dari suatu lembaga  atau organisasi, maka sumber daya yang akan  dipergunakan menjadi  efektif dan  efisien. Perencanaan pendidikan yang baik adalah apabila memuat tujuan atau sasaran yang jelas dan dapat mencari solusi dari problematika yang ada.

Hadits kedua :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ (رواه بيهقى)

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai) atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan ilmu atau yang mencintai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka kamu akan celaka” (HR. Baihaqi)[28]

            Pada hadits kedua ini, Nabi Muhammad mengisyaratkan agar menjadi orang yang belajar agar tujuannya mempunyai ilmu. Selain daripada tujuan secara spiritualitas, perencanaan pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang menguasai ilmu. 

                Sebagai contoh, seperti yang di kutip dari UU No. 2 Tahun 1985 yakni tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan setiap manusia yang seutuhnya yakni yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang baik serta mandiri dengan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.

            Dengan demikian, kaitan kedua hadits dengan tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 dapat terealisasi karena didalam undang-undang tersebut tersimpan nilai-nilai yang ada pada kedua hadits tersebut.

2.      Menetapkan teknik pengumpulan dan pengolahan data

Nabi Muhammad SAW bersabda :

عَنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصٍ قَالَ: وَقَالَ مَرَّةً عَنْ مُعَاذٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ لَهُ: «كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟» قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَقْضِي بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ بِرَأْيِي وَلَا آلُو قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ فِي صَدْرِي وقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

Dari orang-orang Himsh murid, dari Mu’adz bahwa Rasulullah saw. mengutusnya ke Yaman. Rasulullah saw. bertanya, “Bagaimana caramu memberi keputusan, ketika ada permasalahan hukum?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasar kitabullah.” Rasulullah bertanya, “Jika engkau tak menemukan dasar dalam kitabullah?” Mu’adz berkata, “Aku akan menghukumi berdasarkan sunnah Rasulullah saw.” Rasul berkata, “Jika kau tidak menemukan dalam sunnah Rasul?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasarkan pendapatku” Rasulullah saw. menepuk-nepuk dada Mu’adz sambil berkata, “Segala puji bagi Allah yang menuntun utusan Rasulullah kepada apa yang diridai Rasulullah” (HR. Al-Baihaqi No. 3250)[29]

Pada tahapan penyusunan sebuah kegiatan, sebuah perencanaan pendidikan harus memenuhi menetapkan teknik dan pengolahan data, yaitu informasi yang dibuat dalam perencanaan pendidikan harus ditetapkan teknik perencanaan dan pengolahan data yang baik agar terencana sistematis dan informasi yang dihasilkan valid.

Dalam hadits disebutkan diatas, Muadz ditanya oleh Rosul dalam menetapkan suatu hukum. Di dalam Islam, untuk menetapkan sebuah hukum maka harus ditentukan secara hati-hati, dibutuhkan teknik dalam mengambil dalill-dalil, pengumpulan data atau problema hukum yang terjadi agar hukum atau formulasi hukum yang dilahirkan tidak menyalahi sumber.

Kemudian Muadz mengatakan, “Aku akan memutuskan berdasar kitabullah.” Rasulullah bertanya, “Jika engkau tak menemukan dasar dalam kitabullah?” Mu’adz berkata, “Aku akan menghukumi berdasarkan sunnah Rasulullah saw.” Rasul berkata, “Jika kau tidak menemukan dalam sunnah Rasul?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasarkan pendapatku”.

Dilihat dari percakapan tersebut, Muadz mengambil kesimpulan hukum dari al-Quran, kemudian Al-Sunnah dan jika tetap tidak ada, Muadz akan berijtihad. Dan tentunya dalam berijtihad pun tidak semudah yang dibayangakan. Dibutuhkan syarat dan teknik dalam mengeluarkan hukum.

Begitupun halnya dengan pendidikan, dibutuhkan perencanaan yang matang. Teknik pengumpulan dan pengolahan data baik itu dalam menyusun sebuah sistem pendidikan, kurikulum dan lain sebagainnya harus tersusun secara sistematis agar pelaksanaan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Dan Oleh karena tujuan dan perencanaan menyangkut waktu mendatang, para pengambil keputusan harus memahami lebih dahulu posisi lembaga atau organisasi pada saat ini. Untuk itu dilakukan pengumpulan data dan informasi  yang dipakai sebagai dasar proyeksi ke depan.

Perencanaan dibuat berdasarkan data yang terperinci dan angka yang kongkret, pengetahuan yang lengkap tentang realitas dilapangan, lalu memahami prioritas program dan sejauh mana kepentingannya.

3.      Berorentasi ke masa depan yang bersifat prediksi.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي سَعِيدِ بْنِ سَخْتَوَيْهِ، بِمَكَّةَ، أبنا زَاهِرُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاذٍ، ثنا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ، عَنْ زِيَادِ بْنِ الْجَرَّاحِ , عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara : masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”(HR. Muslim).[30]

Perencanaan pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan serangkaian keputusan untuk mengambil tindakan pendidikan dimasa depan yang diarahkan kepada tercapainya tujuan-tujuan dengan sarana yang optimal serta karena pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk menghadapi masa depan.

Sebagai contoh misalnya perencanaan pendidikan di bidang manajemen 1) intake, 2) proses, 3) instrumental input, 4) environmental input, 5) out put, 6) out come. Intake dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik. Intake dapat dilihat sejak adanya kegiatan penerimaan murid baru. Pengadaan murid baru dilaksanakan dengan seleksi murid. Seleksi murid tidak berdasarkan martabat serta status ekonomi siswa, tetapi berdasarkan kriteria umur.

Dalam hal ini, juga harus menetapkan kapasitas atau jumlah calon yang diterima. Pengumuman hasil seleksi dibuat sedemikian rupa sehingga bisa diketahui oleh masyarakat luas. Karakteristik dari intake harus diperhatikan. Intake yang ada diselidiki keadaannya, baik dari segi ekonomi keluarga, rata-rata pendidikan di keluarga, gaya hidup keuarga, serta persepsi keluarga terhadap pendidikan. Hal ini perlu dilaksanakan agar supaya intake dapat diproses dengan mudah.

Suatu proses pendidikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor instrumental input dan faktor environmental input. Faktor instrumental input mencakup beberapa unsur penting, diantaranya adalah peserta didik, pendidik, kurikulum, manajemen, sarana dan prasarana, serta stake holder atau komponen pendukung. Unsur peserta didik harus disusun manajemennya dengan sebaik mungkin. Peserta didik dimanage sesuai dengan taksonemi perkembangan anak, yang mencakup: ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pendidik merupakan faktor penentu berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan. Memanage pendidik bukanlah hal yang mudah. Hal ini diakibatkan setiap pribadi mempunyai perbedaan. Memanage pendidikan dimulai dari diri sendiri. Hal-hal yang belum dilaksanakan dalam pendidikan adalah meningkatkan kualitas pendidik dengan membuang hal-hal yang masih dianggap sia-sia.

Sarana dan prasarana serta komponen pendukung harus diperhatikan dengan jeli. Sarana dan prasarana yang belum ada dilengkapi dengan meminta bantan baik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat sekitar. Faktor environmental input pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi proses pendidikan. Faktor environmental merupakan faktor yang berasal dari luar. Faktor itu berupa lingkungan rumah siswa maupun lingkungan sekolah siswa.

Di dalam hadits yang telah disebutkan diatas, kita bisa tarik bentangan nilai yang bisa di aplikasikan pada unsur perencanaan pendidikan harus berorentasi ke masa depan yang bersifat prediksi.

            Dalam setiap kalimat lima perkara yang diingatkan oleh Rasul bahwa kita akan datang masa sakit, masa tua, masa fakir, masa sibuk dan masa matimu. Makna yang terkandung dalam kalimat tersebut, kita tidak akan pernah tau kapan waktu itu akan tiba tapi setidaknya, kita bisa memprediksi dengan mempersiapkan segala sesuatunya ketika masa itu tiba.

            Pendidikan diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya. Dilihat dari hadits tersebut bahwa perencanaan itu harus berorientasi ke masa depan yang bermakna, bahwa pendidikan itu adalah untuk siapapun dengan tujuan yang akan diperoleh di masa depan. Pada hadits tersebut ada tiga hal penting tentang perencanaanaan waktu, yaitu masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang.

4.      Adanya kegiatan yang tersusun, terangkai untuk mencapai tujuan.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي سَعِيدِ بْنِ سَخْتَوَيْهِ، بِمَكَّةَ، أبنا زَاهِرُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاذٍ، ثنا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ، عَنْ زِيَادِ بْنِ الْجَرَّاحِ , عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara : masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”(HR. Al-Baihaqi).[31]

            Menurut Asnawir, komponen yang keempat dalam perencanaan pendidikan itu adalah adanya kegiatan yang tersusun, terangkai untuk mencapai tujuan.

Kaitannya dengan hadits diatas adalah bahwa sebelum lima perkara tersebut datang, harus dipersiapkan kegiatan yang tersusun dan terangkai bahkan harus produktif sampai tujuan dari perencanaan pendidikan itu tercapai.   

Sebagai contoh, proses pendidikan yang dipengaruhi oleh instrumental input dan environmental input yang bagus akan mempengaruhi output dari pendidikan. Dari output tersebut akan mempengaruhi outcome. Yakni kegiatan pembelajaran baik di tingkat nasional hingga daerah dapat terorganisir dengan baik sehingga output yang dihasilkanpun akan baik.

Hadits kedua :

حَدَثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا جَعْدُ بْنُ دِيْنَارٍ أَبُو عُثْمَانَ حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِيُّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلِّ قَالَ قَال! إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئّاتِ ثُمَّ بّيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هُمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَا مِلَةً كَا مِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتِ إِلَى سَبْعِ مَائِةِ ضِعْفِ إِلَى أَضْعَافِ كَثِيْرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيَّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَا مِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

Rasulullah SAW. bersabda: “Allah menulis kebaikan dan kejelekan yang dilakukan hambanya, barang siapa yang berencana melakukan kebaikan tetapi tidak melaksanakannya, maka tetap ditulis sebagai satu amal baik yang sempurna baginya oleh Allah, tetapi barang siapa yang berencana melakukan kebaikan dan betul-betul dilaksanakan maka oleh Allah ditulis 10 kebaikan dan 700 lipat/cabang sampai cabang yang banyak, sebaliknya barang siapa yang berencana melakukan kejelekan tapi tidak dilaksanakan maka ia dianggap melakukan kebaikan yang sempurna, jika ia berencana melakukan kejelekan dan melaksanakannya maka ditulis sebagai satu kejelekan.” (HR. al-Bukhori no 2996)[32]

            Pada hadits kedua bentangan nilai dari tersebut adalah kegiatan dalam perencanaan pendidikan tersebut haruslah mengandung nilai-nilai kebaikan secara terinci.

 

Hadits Ketiga

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا يُو نُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَا اسْتُخْلِفُ خَلِيْفَةٌ إِلَّا لَهُ بِطَا نَةٌ تَأْ مُرُهُ بِالْخَيْرِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَ بِطَا نَةٌ تَأْ مُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ

Rasulullah SAW. bersabda: “Seseorang tidak diutus sebagai khalifah kecuali memiliki 2 niat, yaitu memerintahkan dan mendorong pada kebaikan dan memerintahkan dan mendorong pada kejelekan. Orang yang menjaga (dari kejelekan) adalah yang dijaga Allah.” (HR. al-Bukhori)[33]

Seorang Muslim harus mampu menegakkan fungsi sebagai khalifah dan semangat kerja sama antar manusia. Fungsi khalifah adalah menggalang kebaikan dan mencegah kejelekan. Jika dikaitkan dengan pengorganisasian, hadis ini mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu atau dalam hal ini kegiatan pendidikan secara terorganisir dengan rapi.

Dengan demikian pada hadits kedua, indikasinya adalah adanya kegiatan setelah ada perencanaan atau pelaksanaan dari perencanaan pendidikan yang dimaksud. Dan pada hadits yang ketiga bentangan nilai yang dapat diambil adalah mengatasi setiap kendala dalam setiap kegiatan.

C.     Prinsip Perencanaan Pendidikan Perspektif  Hadits

Adapun Hadits yang berkaitan dengan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan adalah sebagai berikut :

Prinsip interdisipliner

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya diperut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).[34]

            Perencanaan pendidikan harus memegang prinsip interdisipiner, yaitu pendidikan harus menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini penting karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut berbagai jenis pengetahuan, beragam keterampilan dan nilai-norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.

            Kaitannya dengan pendidikan adalah mengambil makna dari kalimat “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya diperut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari”. Pada kalimat tersebut dijelaskan penciptaan manusia mulai dari nol sampai terbentuknya jasadnya manusia secara utuh, oleh karenanya di butuhkan ilmu-ilmu yang berkaitan terhadap proses penciptaan manusia didalam rahim. Pembuktian mengenai hadits tersebut adalah dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan proses yang terjadi pada hadits tersebut.

            Sehingga, penulis berkesimpulan bahwa perencanaan pendidikan itu harus meliputi berbagai bidang pendidikan, tidak hanya di bidang ilmu-ilmu agama saja, pendidikan di bidang iptek  juga harus dipelajari.

Prinsip fleksibel

حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ غَالِبٍ الْعَبَّادَانِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زِيَادٍ الْبَحْرَانِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "يَا أَبَا ذَرٍّ، لَأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ، وَلَأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ بَابًا مِنْ الْعِلْمِ عُمِلَ بِهِ أَوْ لَمْ يُعْمَلْ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ"

“Wahai Abu Zar, keluarmu dari rumah pada pagi hari untuk mempelajari satu ayat dari kitab Allah, itu lebih baik dari pada engkau mengerjakan sholat seratus rakaat” (HR.Ibnu Majah).[35]

 

Perencanaan pendidikan harus bersifat fleksibel yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan beragam tantangan kehidupan terkini.

Kemudian hadits kedua :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ كِلاَهُمَا عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ عَامِرٍ - قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ - حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ « لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ ». قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ « مَا لِنَخْلِكُمْ ». قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ « أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ ».

Dari anas ibn malik bahwasanya Nabi Muhamad melewati sahabatnya yang sedang mengawinkan kurma. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Dengan begini, kurma jadi baik, wahai Rasulullah! Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda, “Seandainya kalian tidak melakukan seperti itu pun, niscaya kurma itu tetaplah bagus.” Setelah beliau berkata seperti itu, mereka lalu tidak mengawinkan kurma lagi, namun kurmanya justru menjadi jelek. Ketika melihat hasilnya seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Kenapa kurma itu bisa jadi jelek seperti ini?” Kata mereka, “Wahai Rasulullah, Engkau telah berkata kepada kita begini dan begitu…” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”  (HR. Muslim)[36]

Hadits tersebut adalah hadits dari Anas tentang mengawinkan kurma. Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sahabatnya yang sedang mengawinkan kurma. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Dengan begini, kurma jadi baik, wahai Rasulullah!” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ

“Seandainya kalian tidak melakukan seperti itu pun, niscaya kurma itu tetaplah bagus.” Setelah beliau berkata seperti itu, mereka lalu tidak mengawinkan kurma lagi, namun kurmanya justru menjadi jelek. Ketika melihat hasilnya seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

مَا لِنَخْلِكُمْ

“Kenapa kurma itu bisa jadi jelek seperti ini?” Kata mereka, “Wahai Rasulullah, Engkau telah berkata kepada kita begini dan begitu…” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”

            Pada hadits diatas, rasul memberikan indikasi bahwa sesuatu hal tentang urusan duniawi maka kamu lebih tahu dan rasul tidak melarang kepada para sahabat untuk hal-hal yang bersifat duniawi selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan al-Hadits.

Begitupun dengan perencanaan pendidikan harus mempertimbangkan perkembangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga, penulis berkesimpulan bahwa selama dalam perencanaan pendidikan tidak menyimpang atau keluar dari nilai-nilai kebaikan terutama nilai-nilai agama, maka mengikuti perkembangan zaman dalam hal pendidikan adalah sah-sah saja. Karena sesuai apa yang telah disampaikan Rasul bahwa kamu lebih mengetahui urusan dunia.

Prinsip Efektifitas-.Efisiensi

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ قَالَ: نا مُصْعَبٌ قَالَ: نا بِشْرُ بْنُ السَّرِيِّ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ»

Dari Aisyah رضي الله عنها , bersabda Rasulullah : “Allah ʽazza wa jalla menyukai jika salah seorang di antara kalian melakukan suatu amal secara itqan.”(HR. At–Tabrânî).[37]

الإتقان” adalah mashdar kata yang asalnya dari  تَقَّنَ dengan wazan  أفْعَلَ ـ يُفْعِلُ افْعالا, yakni أتْقَنَ – يُتْقِنُ ـ اتْقانا , yang bermakna menyempurnakan, atau mengerjakan dengan sempurna. Kata ini disebutkan Allah تعالى dalam Q.S. 27:88, yang mencontohkan kesempurnaan penciptaan alam:

صُنۡعَ ٱللَّهِ ٱلَّذِيٓ أَتۡقَنَ كُلَّ شَيۡءٍۚ إِنَّهُۥ خَبِيرُۢ بِمَا تَفۡعَلُونَ ٨٨

“(Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha Teliti atas apa yang kamu kerjakan.”

Secara praktis, itqan bermakna melakukan amal secara efektif dan efisien, sehingga dapat terselesaikan secara optimal. Penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan

Prinsip progress of change,

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، أَخْبَرَنِي بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو، أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هُبَيْرَةَ، يَقُولُ: إِنَّهُ سَمِعَ أَبَا تَمِيمٍ الْجَيْشَانِيَّ، يَقُولُ: سَمِعَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، يَقُولُ: إِنَّهُ سَمِعَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا»

“Artinya: Dari Umar bin Khattab ra berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah Subhanahu Wata’ala), sebagaimana seekor burung diberi rizki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).[38]

Pada hadits tersebut terutama pada kalimat” dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang”, mengindikasikan pengandaian burung mencari makan maka Allah akan memberikan rizki kepada siapapun jika ia berusaha dalam mencarinya dengan berbagai jalan. Apalagi manusia yang diberi akal, dalam memberikan layanan terbaik bagi warga sekolah adalah dengan melakukan perencanaan pembaruan-pembaruan dari layanan pendidikan agar lebih maju.

Prinsip objektif, rasional dan sistematis

عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، وَأَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قِبَلِكُمْ بِكَثْرَةِ مَسَائِلِهِمْ، وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ»

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang aku larang hendaklah kalian menjauhinya, dan apa yang aku perintahkan maka lakukanlah semampu kalian. Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah karena mereka banyak bertanya dan karena penentangan mereka terhadap para nabi mereka” (HR. Bukhari dan Muslim). [39]

            Gambaran umum hadits tersebut adalah dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika ditarik kesimpulan dari hal tersebut, maka perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan. Artinya harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam pencapaian programnya.

Prinsip kooperatif-komprehensif,

حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ بُرَيْدٍ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»

“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.’ Kemudian beliau menganyam jari-jemarinya.” (HR. Al Bukhari & Muslim).[40]

Perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work) yang baik. Kandungan hadits diatas menunjukan bahwa sesama muslim harus saling mengokohkan dalam arti harus bisa bekerjasama dengan baik antara satu dengan lainnya.

Dalam hal perencanaan pendidikan, di lembaga pendidikan semua warga sekolah harus terjalin komunikasi yang baik, kerjasama yang baik sehingga perencanaan pendidikan dapat maksimal dilaksanakan.

Prinsip human resources development,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، أخبرنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ، عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، قَالَ: "الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَلَا تَعْجِزْ، فَإِنْ غَلَبَكَ أَمْرٌ، فَقُلْ: قَدَرُ اللَّهِ، وَمَا شَاءَ فَعَلَ، وَإِيَّاكَ وَاللَّوْ، فَإِنَّ اللَّوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.(HR. Ibn Majah).[41]

Perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus benar-benar mampu membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual (keimanan dan ketakwaan) , atau disebut IESQ  yang unggul.

Indikator pemilihan hadits tersebut terletak pada kalimat “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan”. Makna yang terkandung pada kalimat tersebut, dalam diri manusia terdapat potensi-potensi yang harus digali secara signifikan.

Setiap peserta didik mempunyai kepribadian dan potensi yang berbeda-beda, oleh karena itu hadits tersebut mengindikasikan dalam setiap manusia mempunyai potensi yang harus dibangun menjadi individu yang unggul. Kemudian pada kalimat lanjutannya pada hadits tersebut “Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah”, Rasul memerintahkan untuk bersungguh-sungguh untuk mendapatkan manfaat dari potensi manusia itu sendiri. Kandungan hadits tersebut dalam perencaaan pendidikan harus bisa mengidentifikasi dan menggali sumber daya manusia dalam hal ini adalah peserta didik, untuk menjadi manusia yang unggul yang sesuai dengan perencanaan pendidikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Pada dasarnya, perencanaan pendidikan yang ditawarkan oleh Nabi Muhammad melalui hadits-haditsnya, adalah perencanaan secara global. Dalam hal ini yang dimaksud Rosulullah adalah persiapan, dalam arti ketika kita hendak melaksanakan aktifitas dalam kehidupan termasuk aktifitas pendidikan sebaiknya harus dimulai dengan perencanaan atau persiapan.

Konsep perencanaan pendidikan adalah suatu proses berpikir yang mendalam, menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan hal-hal yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau dapat pula dikatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan dalam bidang pendidikan.

Empat komponen yang harus diperhatikan dalam perencanaan pendidikan antara lain :

Tujuan

Tujuan hendaknya jelas, yang tercakup perumusan sasaran untuk mencari solusi dari problem yang ada.

Pengumpulan dan pengolahan data

Menetapkan teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam perencanaan

Prospektif

Berorentasi ke masa depan yang bersifat prediksi.

Kegiatan

Adanya kegiatan yang tersusun, terangkai dalam pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan.

Hadits utama yang dijadikan sebagai bentangan nilai dalam perencanaan pendidikan adalah :

 

عَنْ أَمِيْرِ الـمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الـخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَـمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّـمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّـمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى؛ فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِمْ )

Amirul mukminin Umar bin Khottob RA, berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya amal perbuatan  itu disertai niatnya. Barang siapa yang berpijak hanya karena Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia dan yang diharapkan atau wanita yang ia nikahi, Maka hijrahnya itu menuju apa yang ia inginkan. (HR. Bukhori dan Muslim).

Hadits diatas menunjukan indikator persiapana perencaan pendidikan yang tersimpan dalam kalimat innamal a’malu binniyat. Niat diartikan sebagai sebuah konsep perencanaan pendidikan secara global.

Saran

Pembahasan perencanaan pendidikan perspektif hadits pada makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masih dibutuhkan koreksi dan penambahan-penambahan hadits yang berkaitan dengan perencanaan pendidikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin, Perencanaan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011

An-Nawawi, Imam. 2013. Matan Hadits Arba’in An-Nawawi. Solo: Insan Kamil.

Asnawir, Manajemen Pendidikan, IAIN IB Press, Padang, 2006.

Bahri. 2008. Konsep dan Definisi Konseptual. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

https://ahmadsaefudinalghosyeh.wordpress.com/2013/04/08/langkah-langkah-penyusunan-perencanaan-pendidikan/

Ihsan, Fuad.. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta 2005

Indar, Djumberansyah. Perencanaan Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama. 1995

Kasan ,Tholib., Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Studia Pers, 2005

Maktabah Syamilah

Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam,.Bandung;Pustaka Setia, 2003.

Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, edisi revisi, cetakan ketujuh, Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta2006

Nata , Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

Notoatmodjo, Soekidjo.. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. 2003

Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Silalahi, Ulbert., Asas-asas Manajemen., Mandar Maju Bandung: 1996

Syah, Muhibbin.. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010

Tjokroamidjodjo, Bintoro,. Perencanan Pembangunan., Jakarta: Gunung Agung 1982

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015

 

 



[1] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, hlm. 25

[2] Bahri. 2008. Konsep dan Definisi Konseptual. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, hlm 30

[3] Manullang, 2006, Dasar-Dasar Manajemen, edisi revisi, cetakan ketujuh, Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm 39

[4] Ulbert Silalahi, 1996., Asas-aas Manajemen., Bandung: Mandar Maju, h.135-136

[5] Bintoro Tjokroamidjodjo, 1982., Perencanan Pembangunan., Jakarta: Gunung Agung, h. 12

[6] Tholib Kasan, 2005, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Studia Pers., h. 1

[7] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 10

[8] Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 10

[9] Soekidjo Notoatmodjo.2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hlm 16

[10] Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam,2003.Bandung;Pustaka Setia,hlm.3

[11] Fuad Ihsan. 2005. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hlm 1

[12] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, hlm. 25

[13] Indar, Djumberansyah. Perencanaan Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama. 1995  hlm 12.

[14] Afifuddin, Perencanaan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hlm. 29

[15] Maktabah Syamilah Musnad Ahmad, No. 169, Juz 1, Hlm 236

[16] Al-Ustadz Abul ‘Abbas Khalid Syamhudi, Lc Fiqh Niat. Hlm. 3

[17] Umar Sulaiman al-Asyqar, Fiqih Niat,, Lc Fiqh Niat. Hlm. 5

[18] https://www.radiorodja.com/10831-kaidah-fiqih-amal-perbuatan-itu-tergantung-pada-niatnya-bagian-ke-1-ustadz-abu-yala-kurnaedi-lc/

[19] Umar Sulaiman al-Asyqar, Fiqih Niat, Op,. Cit,. hlm. 4 

[20] Imam Nawawi, Syarah Arba‟in Nawawiyah Petunjuk Rasulullah dalam Mengarungi Kehidupan (Jakarta: Akbar Media, 2010), hlm. 7 

[21] Ibid, Hlm. 12

[22] Imam Nawawi, Syarah Arba‟in Nawawiyah,. Op,. Cit,.hlm. 7 

[23] Manullang, 2006, Dasar-Dasar Manajemen, edisi revisi, cetakan ketujuh, Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm 39

[24] Ulbert Silalahi, 1996., Asas-aas Manajemen., Bandung: Mandar Maju, h.135-136

[25] Maktabah Syamilah, Musnad Al-Shihab, No. 729, Juz 1, Hlm.425

[26] Didik L Hariri, Sehat Adalah Ibadah Sakit Adalah Berkah (40 Hadits Shahih), Lkis, Yogyakarta, 2010. Hlm22

[27] Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, No. 8457, Juz 14, Hlm.169

[28] Maktabah Syamilah, Syu’abul iimaan, juz 2, hal, 265, no, 1709

[29] Maktabah Syamilah, Sunan Abu Daud, No. 3250, Juz 3, Hlm.303

[30] Maktabah Syamilah, Musnad Al-Shihab, No. 729, Juz 1, Hlm.425

[31] Maktabah Syamilah, Musnad Al-Shihab, No. 729, Juz 1, Hlm.425

[32] Maktabah Syamilah, Abdul Muhsin Al 'Abbad Al Badr, Qotful Jana Ad Dani,  Syarah Muqoddimah Risalah Ibnu Abi Zaid, Darul Furqon Mesir,  2002, Juz 1 Hlm. 120

[33] Maktabah Syamilah,Shahih Bukhori, Nomor hadits 6611, Juz 11, Hlm. 58                                            

[34] Maktabah Syamilah,al-Adzkar al-Nawawiyah, Nomor hadits 1236, Juz 2, Hlm. 365

[35] Maktabah Syamilah, Sunan Ibn Majah, Nomor Hadits 129, Juz 1, Hlm. 148

[36] Maktabah Syamilah, Shahih Muslim, Nomor Hadits 6277, Juz 7, Hlm. 95

[37] Maktabah Syamilah, al-Muʽjam al-Awsat, No. 897, Juz 1, Hlm. 275

[38] Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, Nomor Hadits 205, Juz 1, Hlm. 332

[39] Maktabah Syamilah, al-Mu'jam al-Ausath, Nomor Hadits, 8773, Juz, 8, Hlm. 329

[40] Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, Nomor Hadits 19625, Juz 32, Hlm. 400

[41] Maktabah Syamilah, Sunan Ibn Majah, Nomor 4168, Juz 5, Hlm. 268

0 komentar:

Posting Komentar